Ku anyam kapal khayal dari kelopak-kelopak kembang
Dan kubaringkan jiwaku yang lelah disana
Kuberi minum bibirku yang dahaga
Dan kupuaskan gairah mataku yang mendamba
Juita
Waktu kebetulan kita bertemu sebagai dua orang asing yang bertemu
Dukaku pun berjalan juga dijalan itu,
Telanjang, tak berselubung.
Dengan langkah murung....
Dan engkaulah dukaku itu,
Kesedihan dan kegagalan
Kebisuan dan kekecewaan
Mengungkung penyair yang bergulat habis-habisan
Karena puisi, juita, ialah orang asing di negeriku,
Dibunuh kekosongan dan kehampaan.
|
Kegandrunganku Padamu |
Jiwaku gemetar ketika aku melihat wajahmu,
Aku merasa tiba-tiba seakan sebuah golok mengorek kedalam darahku,
Membersihkan hatiku, mulutku,
Meniarapkan aku dengan kening kotor dan tangan meminta
Dalam lindap bayangan matamu yang jelita.
Juita
Jika tiba-tiba kita bertemu
Jika mataku memandang matamu
Yang anggun, hijau, tenggelam dalam kabut dan hujan
Jika kebetulan kita bertemu lagi dijalan
(dan bukankah hanya nasib kebetulan ini)
Maka akan kucium jalan itu, kucium dua kali.